Sabtu, 12 Agustus 2017

we'll Die[t] sooner or later

Keinginan menuliskan cerita ini sebenarnya sudah ada dari beberapa bulan yang lalu dan baru kesampaian mencicilnya mulai bulan ini hehehe, gapapa ya. "Eh kamu kok kurusan, diet ya?" ,"dietlah biar ga gemuk2 banget", dan beberapa bentuk penggunaan kata diet akhir-akhir ini sering kudengarkan. Bukan kata baru sih dalam kamusku, namun intensitas kata itu belakangan sering kembali terdengar sehingga memunculkan gagasan untuk menuliskannya dalam sebuah ceritaku bagaimana besarnya tantangan yang dihadapi dalam menjaga sebuah ke istiqamahan. Ini kok nyeleweng ya, dari diet ke istiqamah..hmmm, hmmm.
Banyak ajakan untuk diet dan menjaga bentuk tubuh baik itu dari iklan, teman, saudara, bahkan keluarga. Bentuk ajakannya macem-macem mulai persuasif sampai bullying. Dan menurutku aku paling terenyuh ketika ada yang sampai mengiklankan bentuk tubuh ideal ini dengan menggunakan Kanjeng Nabi Muhammad saw dan Sayyidina Umar sebagai modelnya, sampai mengeluarkan hadits yang isinya bahwa (mohon maaf) perutnya baginda Nabi itu six pack seperti roti tawar begitupun dengan sahabat Umar bin Khattab. Ada juga yang dulunya risih dengan perut six pack sekarang menjadi terpesono dengan bentuk perut yang kotak-kotak. Hehehehe sah-sah saja dan tidak ada yang salah dengan pengen meniru Nabi, yang kemudian menjadi ill feel adalah setelah bercerita tentang (mohon maaf) bentuk tubuh baginda Nabi maka solusi yang ditawarkan adalah diet ala dia, harus ini itu, ada yang melarang pakai nasi, pake supplemen ini itu, minum jamu ini itu, dan lain sebagainya. Mungkin disini mulai terjadi perbedaan cara pandang dengan para pengiklan diet atau kesehatan itu. Sekali lagi ini bukannya aku ga pengen sehat dan diet, cuman cerita ini mencoba mengungkapkan kegelisahanku saja tentang cara dan ketekunanku untuk menjaga kesehatan.
Beberapa teman itu malah "mengharamkan" makan nasi/karbohidrat menggantinya dengan daging, sempat mereka meneror saya dengan idenya itu, ngapain makan nasi, bikin males, gemuk dll. Atau ada juga pernah degar cerita, kalau buka sebaiknya jangan pakai kurma karena kurma itu zat gulanya banyak jadi nanti gini gitu. Ada sih perubahan bentuk tubuh mereka. Tapi masak sih untuk mendapatkan tubuh yang sehat kita mesti mengharamkan yang halal dan meningglkan sunnah? Seronohku ke yang tim pemakan daging dan anti nasi, "bisa-bisa kalau semua orang mengikuti tidak makan nasi dan hanya makan daging, maka zakat fitrahnya nanti bukan beras tetapi diganti daging". Soal (mohon maaf) bentuk fisik kanjeng Nabi yang sehat atletis itu tidak dengan ke gym, minum suplemen ini itu, tidak dengan menghindari beras ataupun gandum, makannya hanya daging aja dan sebagainya. Kalaupun pengen meniru kanjeng Nabi ya jangan hanya meniru (maaf) bentuk tubuh beliau saja melainkan cara-cara mencapainya dan bagaimana kemudian beliau menggunakan kesehatannya itu. 
Begini soal konsumsi makanan. Yang kutangkap cara diet beliau simple, "makanlah ketika lapar berhenti sebelum kenyang", pernah dengar petuah Kanjeng Nabi yang semacam itu kan? Nah, cara diet seperti ini lah yang pengen banget aku contoh, dan sampai saat ini pun masih susah banget untuk menjalankannya dengan istiqamah. Bukan mengganti atau menghilangkan sebuah fungsi bahan makanan sebagai karbohidrat ataupun protein atau lemak, melainkan yang beliau contohkan adalah bagaimana porsi mengkonsumsinya. Disini sering saya memohon kehadirat Allah SWt untuk bisa dijadikan hamba yang istiqamah dalam menjalankan diet ala Kanjeng Nabi ini. Bagaimana tidak saya lebih sering lapar mata jika melihat yang namanya makanan sehingga yang terjadi biasanya ga kemakan alias mubadzir. Jangankan berhenti sebelum kenyang, sebelum laper loh biasanya masih kalap nyari makanan atau camilan. Waduhh gawat memang. Apalagi bila dibandingkan dengan para kekasihNya, ga usah ke Kanjeng Nabi, Ada auliya surabaya yang semasa hidupnya kalau makan hanya sebaris dari beberapa baris sebuah jagung, duh apalagi setelah membaca kisah-kisah yang tertulis di kitab tadzkiratul auliya karangan fariduddin attar, salah satu kisah yang begitu melekat yaitu manakala ada seorang auliya yang begitu pengennya makan daging, sampai satu saat tersedia sepotong daging, apa yang beliau lakukan? Hanya memandang daging itu, sampai puluhan tahun, kenapa beliau ragu? Tidak lain disebabkan beliau takut kalau itu hanya sebuah dorongan nafsu, nafsu memakan sepotong daging itu. Ya Allah Gusti, itulah kiranya kenapa kenapa hatiku ini masih kelam dan gelap, rupa rupanya masih terlalu banyak nafsu di dalamnya. Tentang nafsu ini, kalau kita buka kitab qasidah burdah karya syech bushiri ada penjelasan menarik mengenai nafsu antara lain, sifat nafsu yang tidak boleh dituruti dan di lawan dengan berusaha memuaskannya. Contohnya ya tadi itu, nafsu makanku tadi. Pernah aku pikir kalau nafsu itu kupenuhi dengan makan terus menerima dengan harapan tidak akan nafsu lagi. Ternyata ga berhasil, yang terjadi malah makin menjadi jadi. Syech bushiri kemudian menuliskan di bait selanjutnya, nafsu itu seperti anak bayi. Anak bayi itu sangat gemar menyusu, kalau tidak disapih ya bisa bisa sampai gede masih pengen menyusu ibunya. Itulah solusi yang ditawarkan oleh syech bushiri. Menyapih nafsu. Semoga Gusti Allah menolongku untuk bisa istiqamah. Di sini lah kemudian kutemukan perbedaan dengan pada penganut supplements. Mereka bilang setelah minum suplemen ini selama periode tertentu, makan apa saja dan seberapa banyakpun tidak bakalan gemuk lagi. Perbedaannya ada pada persepsi dietnya. Diet bagi mereka menjaga bentuk dan kondisi tubuh. Bagiku, diet bukan hanya tentang bentuk dan kesehatan tubuh, melainkan pengendalian nafsu tadi. Berusaha sekuat tenaga menjalankan petuah baginda Nabi sang panutan. Menurutku nafsu makan ini hanya awalan saja, meningkatnya nafsu makan bisa jadi akan menjalar ke nafsu pemenuhannya. Makan kan butuh modal untuk mendapatkan bahan makanan butuh uang dan pendukungnya. Kalau ini dilakukan dengan nafsu yang menggebu gebu juga takutnya malah runyam serta makin keras hatinya, bagaimana bisa peduli dengan sesama jika hati kita keras. Seperti dawuh Kanjeng Nabi berikut "tak dapat menangis disebabkan oleh kerasnya hati, kerasnya hati disebabkan oleh banyaknya dosa, banyaknya dosa disebabkan oleh alpha akan kematian, alpa akan kematian disebabkan oleh ambisi, ambisci disebabkan oleh cinta yang berlebihan akan kehidupan dunia". Kanjeng Nabi seperti kisah yang tertulis di kitab burdah, sepanjang perjalanan beliau ke madinah kalau ga salah, gunung dan bukit bukit sepanjang jalan berubah menjadi emas, memanggil manggil Kanjeng Nabi untuk bersedia mencuilnya walaupun hanya secuil. Junjungan kita tidak bergeming sedikit pun akan bujukan gunung emas itu. Bagaimana kalau aku yang ditawarin bisa jadi kuangkut semua gunung gunung itu kalau perlu cari lagi dan lagi. Kanjeng Nabi dengan begitu yakin menolak semua tawaran nafsu tidak lain karena ketebalan imannya. Dan yang namanya iman tidak bisa dilepaskan dari aktifitas ibadah. 
Baca semua kisah tentang Baginda Nabi, insyaallah akan kita temukan bagaimana telun dan rajinnya beliau baik ibadah sosial maupun ibadah maghdho. Bagaimana beliau rela berjalan keliling berdakwah kemanapun dan membantu sesama manusia. Begitu juga sholat beliau, puasa beliau mungkin inilah yang menjadi kenapa (mohon maaf) bentuk tubuh beliau ideal. Berapa banyak gerakan rukuk, sujud, i'tidal yang beliau lakukan. Mungkin ini bisa dijadikan alternative selain nge gym, yaitu memperbanyak jumlah ibadah kita. Ke gym kita butuh biaya, transportasi, dan sebagainya. Namun dengan cara memperbanyak ibadah insyaallah malah nambah nilai amal kita. Begitulah kenapa diet itu penting, sebagai bahan pelajaran bagi kita untuk berjuang melawan nafsu.
Salah satu tujuan diet adalah untuk menjaga kesehatan yang salah satu indikator adalah body shape. Yang menjadi kegalauanku kemudian adalah setelah sehat didapat apa yang mau dikerjakan dengan kesehatanku itu. Apalagi setelah mengetahui dawuh Kanjeng Nabi manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, salah satunya manfaatkan sehatmu sebelum sakitmu. Berbagai usaha kita lakukan untuk mendapatkan kesehatan kemudian setelah kita mendapatkannya apakah kita juga melakukan usaha yang ga kalah seru untuk mensyukurinya? Apakah segala usahku lewat diet, olahraga tadi hanya biar sehat dan enak dilihat orang lain saja? Sangat naïf aku ini karena kerapkali aku melupakan bahwa ini semua adalah anugerah dari Allah yang mana harus selalu disyukuri. Masih dengan kondisi mata dan jantung yang sehat ehhh malah malas baca kitabullah. Masih dengan kondisi badan yang sehat dan normal ehh malah males malesan sholat. Masih normal fungsi kaki ini namun jarang silaturrahmi. Masih berfungsi bagus tangan ini, dan masih malas juga mengulurkan tangan untuk sesama. Sangat kurang rasanya pemanfaatanku akan kesehatan yang masih melekat ditubuh ini. Mungkin harus kubaca berulang ulang kisah Nabi Yusuf yang tidak terpukau oleh ketampanan dan kesehatannya. Memanfaatkannya untuk beribadah kepada Allah. Makin takut rasanya ketika mengetahui bahwa lanjutan dawuh Kanjeng Nabi di atas adalah manfaatkan hidupmu sebelum matimu. Mati itu pasti, hanya soal waktu, bisa segera ataupun nanti. Bagaimana aku bisa chusnul khotimah jika nafsu terus kupelihara sampai akhir hayat. Bagaimana bisa mati dengan tenang jika tanpa bisa mensyukuri anugerah dari Allah Sang Pemurah.
Mari kita camkan bahwa nanti setelah kematian semua perbuatan kita akan ditimbang. Lama mana olehmu ke gym dibandingkan dengan duduk berdzikir. Lamanya olah raga dengan lamanya me ngaji AlQuran. Langkah lari kita dengan langkah ke masjid dan silaturrahmi. Porsi makanan yang kita makan dengan yang kita sedekahkan. Porsi belanja kita dibandingkan porsi shadaqah kita. Semua dipertanggung jawabkan. Ketika kita mati, dan kita pasti mati.
Semoga diet ini bisa memberikan pelajaran bagiku. Untuk tetap istiqamah melawan nafsu. Semoga kita semua diberi perlundungan dari segala bujukan nafsu setan.
Wallahu a'lam bishowab.
Cak S
Argowilis sgu-slo
10 agustus 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar