Minggu, 26 Februari 2017

Pengen Selamat? Jaga Your Mouth

Cerita ini sebenarnya terjadi sudah lama banget, cerita tentang bagaimana kami nge bully seorang teman yang lagi posting foto seorang cewek muda cantik di alun social medianya. Sontak ketika dia upload foto itu langsung banyak yang berkomentar..dan tahu kah kalian bagaimana komentar komentar tadi berakhir? "Your mouth" adalah kalimat terakhir di rangkaian komentar tadi. Kalau kalimat Your mouth itu di lihat di kamus bahasa suroboyoan itu atinya "cangkem mu". Frasa yang sering digunakan kepada seseorang yang omongannya ngawur.
Fenomena ini terutama mengenai begitu gampangnya sebuah ucapan, pendapat meluncur tanpa dipikirkan. Teman teman mungkin masih ingat betul kasus salah satu pejabat daerah yang mendapatkan masalah karena pernyataan dan cara dia berbicara. Tentu kenyataan ini bisa dijadikan bagi kita untuk mengambil pelajaran darinya. Dan pelajaran yang paling adalah belajar bagaimana menjaga lisan. Petuah petuah menjaga lisan sudah banyak kita dengar, misalnya: mulutmu harimaumu, lidah ta bertulang dan yang paling kusuka adalah "salamatul insan fi chafidzil lisan" keselamatan manusia terletak pada menjaga lisan. 
Semua kalimat tentang lisan tadi seringkali kita dengar, pertanyaannya sekarang adalah sudahkah kita mengamalkan menjaga lisan di kehidupan kita sehari hari? Kalau belum, mari sekarang kita bareng bareng mulai menjaga lisan kita, karena bahaya siap menunggu kita jika kita menjaga lisan kita. Ciri ciri lisan kita aman atau tidak adalah dengan mengecek bagaimana kita menggunakannya. Jika lidah kita digunakan untuk berdzikir, membaca alQuran dan menyampaikan kebaikan berati kemungkinan besar lisan kita sehat. Namun, jika lidah kita sering digunakan untuk nggibah, Dusta, fitnah, menghardik dan sebangsanya maka itu adalah tanda bahwa lisan kita sudah bermasalah. Sangat berbahaya jika lisan kita sakit, bayangkan besarnya kerusakan yang bisa ditimbulkan oleh lisan yang sakit, yang paling sering terjadi adalah kita menyakiti hati seseorang dengan ucapan kita contohnya adalah kejadianku tadi. Satu dia jadi benci sama kami, renggangnya pertemanan kami dan yang paling bahaya adalah kami menyebabkan dia marah.
Lisan itu lebih tajam daripada pedang, kalau pedang paling top hanya bisa membelah logam, lisan bisa membelah persaudaraan, sampai bisa membelah persatuan bangsa. Lidah yang lunak itu sebenarnya adalah anugerah dari Gusti Allah, maka seperti anugerah lain, lisan ini mesti kita syukuri, bagaimana cara mensyukuri nikmat lisan ini tidak lain adalah menjaganya dari penyakit-penyakit lisan. Cara menjaga lisan diantaranya adalah:
  • Mengembalikan fungsi lidah
Di atas tadi sudah disinggung bahwa lisan, lidah diberikan selain sebagai salah satu indra, fungsi nya yng lain adalah untuk dzikir kepada Allah, membaca kalamnya dan untuk menyampaikan kebenaran kepada sesama alias amar ma'ruf nahi munkar. Kalau kita mengembalikan fungsi lidah kepada hal-hal di atas maka insyaallah kita termasuk dalam golongan orang yang bersyukur. Namun jika menggunakan lisan kita untuk menghasut, mengadu domba, menyampaiakan berita bohong atau bahkan untuk sekedar "ngerasani" gosip dan menggunjing. maka bisa dikata kita termasuk orang yang dzalim.

  • Menempatkan di belakang hati
imam Hasan Al Bashri:"Sesungguhnya lidah orang mukmin berada dibelakang hatinya, apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka dia merenungkan dengan hatinya terlebih dahulu, kemudian lidahnya menunaikannya. Sedangkan lidah orang munafik berada di depan hatinya, apabila menginginkan sesuatu maka dia mengutamakan lidahnya daripada memikirkan dulu dengan hatinya ".
Sekarang mari kita pikirkan sejenak bagaimana kita biasanya menggunkan lisan kita, seberapa sering kita berpikir dulu sebelum berucap? sering kah atau malah tanpa pikir?. Menilik peristiwa dan berita yang terjadi belakangan ini terutama banyaknya berita dan artikel berseliweran di media sosial. Setiap orang atau kelompok berusaha mendoktrin pembacanya dalam menyikapi satu kasus yang sedang terjadi. Dan celakanya adalah perilaku kita yang sering kali juga ikut me-viral-kannya, bahkan ada kelompok yang menjanjikan pahala jika meviralkan artikel mereka. Apakah tidak boleh? boleh saja asal kita tau isi dari yang kita viralkan, mentang-mentang yang nulis berstatus sebagai pemuka, lantas kita langsung saja nge viral tanpa mengecek dulu isi artikelnya.
Tabayun, adalah istilah yang sering digunakan sebagai filter awal dalam menyampaikan berita. Iya, kita mesti melihat konteks dan isi dari artike yang akan kita share, akankah ini akan membawa manfaat atau hanya akan menambah ruwetnya keadaan. Seakan semua orang sudah menjadi ahli dalam satu bisang semua berfatwa, ujung-ujungnya saling menjatuhkan. Memang lidah itu ta bertulang, apalagi di medsos. Setidaknya periksa dulu siapa yang menulis artikel itu, bagaimana sanad keilmuannya, bagaimana sumber rujukan yang dia gunakan, dan tadi, apakah ini membawamanfaat jika di viralkan. Ini berlaku untuk cara kita bertututr kata, coba pikir dulu rasakan dulu materi yang akan kita ucapkan, bermanfaat apa ga? menyelesaikan masalah atau malah bikin tambah parah? menyejukkan apa menjatuhkan? setidaknya itulah yang mesti ada diawal kita mau berucap atau berpendapat. Jika mudhorotnya lebih besar maka sebaiknya kita Diam.

  • Diam
Setiap kali pembicaraan mengenai lisan/lidah, maka tidak bisa dilepaskan dari cara yang paling ampuh dan sulit ini, yaitu diam. Tuntunan diam ini adalah solusi jitu yang disampaikan oleh baginda Nabi untuk membuat lidah ini tetep terjaga. diantara tuntunan beliau ada pada hadits berikut "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhirat maka berkatalah yang baik, atau (jika tidak), diamlah ". (HR. Bukhori dan Muslim) seirng kan denger yang ginian? gampang? rasanya lidah ini sangat ringan untuk mengomentari sesuatu. Beda banget dengan para salaf dulu, mereka sangat menjaga lisan mereka dari sesuatu yang tidak perlu, mereka begitu berhati hati dalam menggunakan lisan mereka karena takut dosa yang akan ditimbulkan karena lisan mereka. Kecuali jika perkara yang berkaitan dengan penegakkan hukum mereka pasti akan berbicara, soal penghinaan agama mereka akan bicara. Tapi ya gitu, cara mereka menyampaikan pendapat sepertinya sangat berbeda denganku. Mereka menyampaikan pendapat dengan lemah lembut tapi tegas, tanpa teriak-teriak tanpa memaki atau menghujat lawan bicaranya, lah kalau aku, bicara dengan teriak-teriak tanpa kaidah keilmuan yang jelas dan semangatnya adalah menunjukkan kebenaran adalah milikku bukan milik lawan bicaraku. Disini jelas dibutuhkan juga sifat ndingkluk dalam berpendapat atau menyampaikan kebaikan, ini yang jarang kulakukan, seringnya adalah pengadilan aku benar kamu salah.
Para ulama salaf itu seperti menelanjangiku, mereka dengan kadar keilmuan yang sangat tinggi dan luas, masih bisa menempatkan lisannya dibelakang hati nuraninya. Sedangkan aku, dengan segala keterbatasan ilmu sudah berani merasa yang benar, sudah berani menghakimi yang lain salah dn itu semua disampaikan dengan cara yang kurang elegan. Rasa-rasanya sudah cukuo jelas bagaimana posisi keimanan dan keilmuanku yang masih jauh dari kata baik.

Biar ga semakin aneh kalimat yang keluar maka demikianlah ceritaku tentang pengalaman menggunakan lisan. dan ijinkan meshare satu jurus mengalahkan setan dari kanjeng Nabi "Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena dengan demikian kamu dapat mengalahkan syaitan " (HR. Ath Thabarani dan Ibnu Hibban).
Semoga kita semua diberi pertolongan oleh Gusti Allah dalam menjaga lisan. wallahu a'lam bishowab.

surabaya, 27 Desember 2016
cak S
cerita selengkapnya

No tears doesn't mean no pain...menjadi manusia kuat

Sejujurnya aku tidak tau makna dari kalimat "no tears doesn't mean no pain" yang menjadi salah satu design di kaos ndingkluk. Awalnya ada request dari dulur ketemu gedhe yang tiba tiba menyodorkan kalimat tersebut menjadi salah satu bahan design kaos ndingkluk. Sampai detik ini aku ga berani tanya apa yang melatar belakangi kalimat tersebut, ada cerita apa, ada kejadian apa, biarlah itu menjadi rahasia dia.

Sedikit menebak makna yang terkandung dalam kalimat tersebut sampailah ingatanku pada artikel di www.ceritanecaks.id yang pernah kutuliskan dengan judul the old man and the sea. Cerita yang kuperoleh hasil membaca karya sastra Ernest Hemingway dengan judul yang sama. Cerita tentang besarnya tekad dan kegigihan seorang lelaki tua menggapai impiannya. Dan bagian yang paling menarik dari sastra tadi adalah kalimat "rasa sakit bukanlah masalah bagi seorang lelaki". Dia seorang lelaki tua harus berdarah darah melewati kejamnya lautan demi ikan besar yang diidamkan. Terus apakah cerita di balik "no tears doesn't mean no pain " sama dengan cerita the old man on the sea tadi? Marilah kita tampilnya... wait, wait.. eh jika kalian mengharapkan curhatan dia, lupakan. Karena dia akan lebih bercerita lebih banyak mengenai makna disetiap langkahnya menjadi lebih kuat...monggo dek...

Loh ini bukan cerita panjang loh ya ini hanya curhatan seorang teman, gini curhat nya 

"Jadi ono uwong, lanang, kereng banget nek karo bojone.. sukanya marah, menggunakan suara keras dan kata2 kasar.. pdhl lo nek kr wong liya apikan dan lebih sabar.. istrinya sih bukan yg mello nangisan kaya aku, tapi kan tetep ya lara ati.. padahal di depan org lain istri tetep harus menjaga kehormatan suaminya ituh.. kasian kan.. berat tu.." 
rooming ya? Maaf.

Baiklah biar saya yang melanjutkan, suwun dek cerita singkatnya. Jadi ada seorang pria yang sukanya marah-marah ke istrinya, kalau ngomong ke istrinya dengan nada tinggi dan pilihan kata yg menyakitkan. beda dengan cara dia ngomong ke orang lain. Ini kan kasihan si istri, bayangkan bagaimana sakit rasanya si istri, ditengah tuntutan dia harus menjaga martabat suaminya di depan orang lain.

Kalian boleh setuju atau tidak dengan sikap si istri tadi. Dia menahan sakitnya, dia tampilkan wajahnya yang baik2 saja yang menandakan keharmonisan keluarganya. Tapi menurutku kita ga boleh sepakat dengan sikap si suami. Menurutku dan dulurku tadi, sikap suaminya tadi keterlaluan. Entah menurut kalian.

Begini, kalian pernah baca atau dengar soal 7 habits yang tahun 2000an sangat terkenal sehingga dijadikan materi pelatihan di hampir semua kalangan, baik mahasiswa maupun profesional. Di sini ga akan ku singgung ketujuh habitnya, hanya satu yang kusinggung yaitu habit "mulailah dari akhir". Entah ini sesuai dengan yang dimaksud 7 habit atau enggak, yang jelas kalau aku ditanya soal apa maksud dari "mulai dari akhir" maka jawabanku adalah mulailah dari bagaimana kamu ingin dikenang saat kematianmu. 

Pernah ikut takziah orang meninggal kan? Kalau belum pernah mari kuceritakan sedikit. Setelah/sebelum disholati ada juga yang sebelum dikebumikan, biasa nya Ada perwakilan keluarga atau pengurus agama yang meminta kesaksian bahwa si mayit ini adalah orang baik. Nah, pertanyaannya adalah jawaban apa yang pengen kita dengar dari jamaah tadi ketika kita lah yang menjadi si mayit. Insyaallah kita pengen mereka jadi saksi bahwa kita orang baik.

Tugas kita sekarang adalah melihat lagi ke dalam diri sendiri, sudah layakkah kita disebut sebagai orang yang baik. Sebagai suami sudah kah kita menjaga keluarga kita, mengarahkan dan membawa keluarga ke jalan yang benar? Jangan jangan yang kita lakukan adalah seolah olah menjadi penguasa atas keluarga, semena mena ke istri (seperti curhatan di atas), menelantarkan anak kita, jangan-jangan yang kita lakukan hanya mengupah anak kita tapi tidak mendidik mereka. Sebagai seorang istri, sudah kah kita menjadi istri soleha, istri soleha itu gampang kok patokannya, patuh ke suami (dalam hal kebaikan tentunya) jaga martabat keluarga, karena tanggung jawab istri itu di suami. Seberapa kaya kalian wahai perempuan atau seberapa rajin kalian beribadah, ta kan berguna jika di hati kalian masih ada rasa "berani" kepada suami kalian. Sebagai anak, sudah seberapa berbaktinya kita kepada kedua orang tua kita. Seberapa tunduk takdzim kepada mereka, dan seberapa sayang kepada mereka. Yang terkadang malah menilai orang tua selalu metepotkan dan lebih parahnya lagi tidak pernah atau jarang mendoakan mereka. Terus kalau ditarik lebih luas, bagaimana saat ini sikap kita ke tetangga, ke teman, ke lingkungan sekitar kita. Sudah pas kah sikap kita sehingga kita layak mendapatkan kesaksian mereka nanti.

Bagaimana sikap kita sebagai anak buah, sebagai bos, pejabat, ulama, pengusaha, petani, pekerja, guru, murid dan apapun posisi kita saat ini. Mari dinilai sendiri sejauh mana usaha kita menjadi manusia yang baik, baik yang dimaksud bukan baik pencitraan. Melainkan kebaikan yang tulus, kebaikan yang menjadi fitrah saat kita diciptakan. 

Banyak sekali jalan menjadi manusia baik, monggo dipilih. Kalau menurutku yang simple saja dulu. Kalau kita belum bisa berbuat baik ya minimal jangan menyakiti orang lain seperti curhatan singkat tadi. Kalian tau kenapa? Kalau kata adikku tadi "Sebab menyakiti perasaan org lain itu ya gak murah membayarnya". Solusinya sederhana menurut dia, setidaknya be mindful lah ketika bergaul dengan sesama, jaga perasaan. Kalau kita sakit waktu dibohongi ya jangan berbohong, sakit ketika dimarahin tanpa sebab yo Ojo marah, sakit ketika dihianati ya jangan berhianat. Kita pasti tau dan sadar setiap ucapan, tindakan bahkan kedipan mata bisa berpengaruh ke perasaan orang lain. Kalau sudah gini, yuk mari kita kembali menata omongan, sikap dan bahkan keputusan kita biar tidak menyakiti orang lain. Apa bisa? Akan susah untuk menjaga perasaan orang lain. Tapi minimal kita sudah mengeluarkan best effort kita. Jangan lihat susahnya tapi lihat lah dampak nya. Karena bisa jadi orang yang kita sakiti tadi tidak meneteskan air mata, namun sakitnya masih akan terasa. 

Diakhir cerita ini ijinkan kami mengutip wejangan dari Soedjatmoko, seorang begawan intelektual "masa depan kemanusiaan, tergantung pada moralitas keputusan kita sekarang" silahkan kita putuskan apakah akan menjunjung tinggi kemanusiaan atau merendahkannya dengan sikap kita.

Semoga Gusti Allah selalu memberikan, menunjukkan dan memberi kekuatan untuk terus menjadi manusia yang lebih baik.


Wallahu a'lam bishowab 

Hasil chatting with dulur ketemu gedhe

24 January 2017
Argo Willis jurusan solo-Surabaya 

Cak S
cerita selengkapnya

Indonesia tetep Cool

Terus terang tidak ada cerita khusus di balik design kaos yang satu ini. Design ini pernah kubuat tapi dengan sedikit perbedaan, kalimat di design awal "today let's try & make Indonesia wonderful " namun kali ini sengaja diubah menjadi "today let's try & make Indonesia stays cool" seketika ketika di salah satu group wa yang kuikuti ada yang bilang kalau saat ini keadaan Indonesia panas. Setelah sebelum nya dia memposting me reshare tepatnya pendapat salah satu politikus yang menganggap kondisi Indonesia saat ini dalam kondisi panas, ini berkenaan dengan pilgub DKI yang akhirnya merembet ke mana mana.
Melihat, membaca dan memperhatikan postingan yang belakangan sangat marak mengenai karena kondisi politik yang sedang terjadi. Kondisi saat ini boleh jadi dipicu semakin banyaknya orang yang tiba-tiba pandai berkata soal politik bahkan ga sedikit yang berkenaan dengan agama. Parahnya lagi, sengaja atau tidak, jadi seperti ajang adu kehebatan opini. Source atau dasar pemikiran sudah mulai diabaikan aturan diterjemahkan sendiri, dan yang paling parah comat comot hadits bahkan ayat Quran sebagai legitimasi kebenaran dia. Mungkin sudah lupa akan apa makna dan hakikat ril yang dikandung ayat ayat tadi. Loh, maafkan aku, aku lupa klo tidak punya hak untuk menilai mereka, maafkan ya teman.
Jadi teringat obrolan dengan sobat, komek yang baru saja berpulang. Entah kena sambet apa dia, tiba-tiba bertanya tentang bagaimana desa tempat tinggal kami bisa aman dan tentram. Ngobrol ngalur ngidul sampailah pada beberapa point, bahwa kampung ini aman ada syaratnya. Satu, pemimpinnya harus adil, pemimpin adil itu akan terjadi jika dan hanya jika dia tahu dinamika dan kondisi masyarakat yang dipimpinnya. Melayani bukan dilayani menjadi salah satu kunci yang lain. Kedua, alim ulama yang jujur, alim/guru yang menuntun masyarakat menemukan jalannya bukan untuk membodohi masyarakat dengan keluasan pengetahuannya. Ketiga, orang kaya yang ga pelit, bagaimanapun yang namanya modal materiil itu sangat penting. Tentu kalian masih ingat "revolusi dan reproduksi membutuhkan basis material yang kuat" hehehehehe. Kalau yang kaya-kaya itu tidak sudi mengeluarkan hartanya untuk kemaslahatan umat maka besar kemungkinan akan lambat perbaikan masyarakatnya. Syarat yang lain belum sempat kami bahas karena saat itu ngantuk sekali. Ini hanya cerita loh ya bukan sebuah hopotesa atau teori yang bisa kalian amini langsung.
Pertanyaan komek selanjutnya adalah bagaimana caranya kita bisa berkontribusi? Jawabku singkat waktu itu, ya jalankan fungsi kita masing2 dengan maksimal. Kalau komek itu adalah owner warkop maka ya sediakan  kopi yang enak, syukur-syukur hargane murah, aku selaku pegawai ta bekerja yang baik, disiplin dan kalau sudah gajian jangan lupa hak2 fakir miskin, yatim dan sebagainya, kalau kamu pedagang ya berdaganglah dengan jujur, jangan mark up harga tinggi-tinggi atau jangan engkau kurangi timbangannya. Kalau kamu pemimpin ya mari ajak masyarakat menuju aktifitas kebaikan jangan hanya engkau peras rakyatmu tapi layani dan puaskan mereka. Jika engkau guru ya tolong ajari didik anak didikmu menjadi manusia yang merdeka, didik mereka supaya cinta pada negara nya, beri contoh kepada mereka bagaimana menghargai sesama. Atau apabila kamu seorang ulama ataupun cerdik pandai, ya sampaikanlah kebenaran itu dengan cara yang latief, penuh kelembutan, beri bukti, ajari kami bagaimana agama adalah jalan menuju kedamaian dan tuntulah kami menuju jalan yang diridoiNya, ajarkan dan contohkan ke kami agama yang diturunkan sebagai rahmatan lil alamin itu. Jangan malah engkau adu kami, jangan malah engkau kotak kotakan kami dan jangan malah engkau jual kami. Sebagai seorang siswa ta belajar yang baik, bersunggguh sungguh sehingga waktumu itu untuk meng upgrade knowledge dan kemampuan yg lain, bukan untuk tawuran dengan sesamamu, belajar. Sebagai orang kaya, ya bagilah rejekimu itu ke kanan kirimu, saudaramu kampung dan lingkunganmu jangan malah hartamu itu untuk membeli kami. Andaikan kita jadi kaum miskinnya, ayo be kerja lebih giat, dikurangi jajannya, ditambahi stukurnya, dikurangi mengutuk yang lainnya. Barangkali jadi aparat hukum, ya tegakkan hukum ke siapapun. Yang adil ke semua jangan pilih kasih ke yang bayar lebih saja. Insyaallah kalau semua sudah menjalankan fungsinya dengan maksimal dunia ini terutama Indonesia tidak akan sepanas yang ada di group wa, fb dan socmed yang lainnya.
Hai kamu yang suka posting2 penuh kebencian dan hasutan, sudah lah hentikan, gantilah dengan postingan yang menyejukkan dan menggerakan ke kebaikan. Yang biasa meneriakkan pendapatnya di jalan, yuk disampaiakan dengan santun. Harus bisa dibedakan mana yang jualan racun tikus dan mana yang mengajak ke kehakikian hidup ini.
Setelah keliling ke beberapa daerah di Indonesia aku masih punya harapan besar bahwa bangsa ini akan menjadi bangsa yang adem dan satun. Sekarang terserah kalian mau bikin negeri ini panas atau adem. Kalau aku pengen yang adem aja, so mari kita berikhtiar maksimal dan bertawakkal dengan penuh ketawadhuan memohon pertolongan dari Gusti Allah. 
Berikut kami cuplikan dari kitab Wasailus Syi'ah karangan syech Muhamad bin hasan bin Ali yang memuat dawuh sayyidina Ali ra:
"Yang banyak bicara akan banyak salahnya. Yang banyak kesalahannya akan sedikit malunya. Yang tidak merasa malu hilang wara'nya. Dan yang hilang wara'nya akan mati hatinya serta nerakalah tempat kembalinya."

Dan cerita kali ini akan ditutup dengan *bekicot mangan kelopo, kakean cocot mlebu neroko"

Wallahu a'lam bishowab 
3 February 2017, cerme gresik 

CakS
cerita selengkapnya

Apa Kamu Tidak Berpikir?

kalimat judul di atas sebenarnya kuambil dari cerita salah satu chufadz idolaku. Awal mulanya beliau bercerita tentang pengalaman beliau ketika belajar ilmu Qur'an dan hafalan di salah satu pondok pesantren di Surabaya. Tepatnya di daerah peneleh yang diasuh oleah salah satu kyai karismatik di Surabaya pada saat itu, beliau lebih dikenal panggilan Kyai Lan atau mbah Lan. Jadi Gus Muqarrobin bercerita bahwa dalam setiap menasehati santrinya yang bertindak kurang pas, Yai Lan sering menggunankan kalimat afala ta'qilun, yang artinya apakah kamu tidak berpikir?. seperti ketika seorang santri menaruh sepeda tidak pada tempatnya, atau menggunakan sepeda tanpa  ijin si mpunya. 

Kalimat ini jika kuresapi mempunyai arti yang sangat dalam dan penting meskipun hanya terdiri dari 4 kata saja. Setidaknya yang bisa digaris bawahi adalah seharusnya kita berpikir sebelum kita melakukan sesuatu, bahkan kalau yang dicontohkan di atas adalah temoat menaruh/memarkir sepeda ontel. Meskipun hanya berkenaan dengan tempat parkir sepeda, tentu jika sepeda itu ditaruh sembarang bisa berdampak kepada yang lain, baik itu dari segi keamanan maupun bisa mengganggu akses jalan orang lain. dan jika perbuatan kita itu bisa merugikan orang lain, maka bisa jadi kita telah melanggar hak orang lain yang selanjutnya bisa jadi kita mendholimi orang lain. Dari perkara kecil kalau dirunut akhirnya bisa terlihat dampak yang tidak kecil kan? Ini mungkin bisa telaah dengan contoh-contoh lain yang pernah kita alami di kehidupan kita sendiri. Seperti dampak membuang sampah sembarangan, dampak menaruh gelas di pinggir meja dan sebagainya.
Kebiasaanku salah satunya adalah memikirkan setiap kalimat yang sering diulang-ulang oleh guruku, termasuk kalimat afala ta'qilun ini yang akhirnya membawaku untuk mencari kalimat ini di alQuran, akhirnya, atas bantuan saudara tidak kandungku, kutemukan ayat yang mengandung frasa tersebut yaitu di Surat Al Baqarah ayat ke-44.  "Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab (Taurat). Maka tidakkah kamu berpikir".

Terlepas ada kaitannya atau tidak dengan cerita sebelumnya, insyaallah jika disambungkan dengan judul cerita ini ada kaitan yang menarik antara judul cerita ini dengan ayat di atas. Ayat tadi sebenarnya adalah sindiran kepada ahli kitab yang selalu menggembor-gemborkan untuk taat kepada Allah tetapi dia sendiri tidak melakukannya padahal mereka sudah mengetahui kebenaran bahwa ketaatan kepada Allah itu adalah wajib sebagaimana yang telah mereka ketahui dari kitab taurat. Maka sindirannya cukup jelas, mereka sudah tahu tapi melalaikan, ini artinya mereka tidak berpikir. Lebih parahnya lagi mereka menganjurkan orang lain melakukan kebaikan tapi mereka melalaikan kebaikan itu sendiri disini makin terlihat bahwa mereka tidak berpikir alias tidak mengakui kebenaran.
Belakangan ini kurasakan juga hal serupa di diriku sendiri, ya seperti ahlul kitab tadi, tau kebenaran, pernah menyampaikannya namun aku sendiri tidak melakukannya. Wah bahaya ini, sepertinya aku harus segera bertindak. Sikap ini tidak lain banyak dipengaruhi oleh nafsuku, nafsu pengen menang sendiri, pengen cepat kaya, pengen didengarkan dan pengen hidup enak. Apa ga boleh hidup enak? Ya sah-sah saja sih hidup enak, tapi mestinya aku cari hidup enak dengan cara yang bener juga dong. Memang yang namanya nafsu ini begitu lihai merekayasaku...hmm..
Biar ga mudah direkayasa harusnya aku ingat-ingat betul dawuhnya maulana habib alwi al haddad dalam salah satu karya beliau yang terkenal yaitu risalatul muawanah sebagai berikut:

وَمَتَي رَاَيْتَ مِنْ نَفْسِكَ تَكَاسُلًا عَنْ طَاعَتِكَ اَوْ مَيْلًا اِلَي مَعْصِيَتِهِ فَذَكِّرْ َها بِأَنَّ اللهَ يَسْمَعُكَ وَيَرَاك َوَيَعْلَمُ سِرَّكَ وَنَجْوَاكَ. فَإِنْ لَمْ يُفِدْهَا هَذَا المَذْكُوْرُ لِقُصُوْرِ مَعْرِفَتِهَا بِجَلَالِ اللهِ تَعَالَي فَاذْكُرْ لَهَا مَكَانَ المَلَكَيْنِ الكَرِيْمَيْنِ الَّذيْنِ يَكْتُبَانِ الحَسَنَاتِ وَ السَّيِّئَاتِ وَاتْلُ عَلَيْهَا : اِذْ يَتَلَقَّي المُتَلَقِّيَانِ عَنِ اليَمِيْنِ وَ عَنِ الشِّمَالِ قَعِيْدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ فَإِنْ لَمْ تَتَأَثَّرْ بِهَذَا التَّذْكِيْرِفَاذْكُرْلَهَا بِقُرْبِ المَوْتِ وَاِنَّهُ اَقْرَبُ غاَئِبٍ يُنْتَظَرُ وَخَوِّفْهَا بِهُجُوْمِهِ عَلَي غَيْرِكَ وَاِنَّهُ مَتَي نَزَلَ بِهَا تَنْقَلِبُ بِخُسْرَانٍ لَا اَخِرَ لَهُ فَإِنْ لَمْ يَنْفَعْهَا هَذَا التَّخْوِيْفُ فَاذْكُرْ لَهَا مَا وَعَدَ اللهُ بِهِ مَنْ اَطَاعَهُ مِنَ الثَّوَابِ وَتَوَعَّدَ بِهِ مَنْ عَصَاهُ مِنَ العَذَابِ الأَلِيْمِ وَقُلْ لَهَا يَا نَفْسُ مَا بَعْدَ المَوْتِ مِنْ مُسْتَعْتِبٍ وَمَا بَعْدَ الدُّنْيَا مِنْ دَارٍ اِلَّا الجَّنَّةُ اَوْ النَّاُر فَاخْتَارِي لِنَفْسِكَ اِنْ شِئْتَ طَاعَةً تَكُوْنُ عَاقِبَتُهَا الفَوْزَ وَ الرِّضْوَانَ وَ الخُلُوْدَ فِي فَسِيْحِ الجِنَانِ وَ النَّظْرَ اِلَي وَجْهِ الكَرِيْمِ المَنَّانِ وَ اِنْ شِئْتَ مَعْصِيَةََ يَكُوْنُ اَخِرُهَا الخِزْيَ وَ الهَوَانَ وَ السُّخْطَ وَ الحِرْمَانَ وَ الحُبْسَ بَيْنَ طَبَقَاتِ النِّيْرَانِ

Artinya: 

"Apabila engkau merasa malas untuk berbuat ketaatan kepada Allah dan merasa ingin melakukan kemaksiatan, maka ingatkanlah dirimu sendiri bahwasanya Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Mengetahui Apa yang menjadi rahasia dan bisikan batinmu. Apabila cara ini tidak berhasil, maka ingatkanlah nafsumu akan dua malaikat yang amat mulia, yang senantiasa diperintah oleh Allah untuk mencatat amal kebaikan dan keburukan. Selanjutnya katakanlah kepada nafsumu, "Idz yatalaqal mutalaqiyaani 'anil yamiini wa 'anisy syimaali qa'iidun maa yalfadzu min qaulin illaa ladaihi raqiibun 'atiid ((yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir)". Apabila cara ini tidak juga berhasil, maka ingatkanlah nafsumu akan dekatnya maut. Sesungguhnya maut adalah sedekat-dekatnya perkara gaib yang setiap orang pasti menunggu datangnya waktu kematian. Apabila ia datang sedangkan engkau sedang melakukan perkara yang tidak diridhai oleh Allah, maka engkau akan mendapatkan kerugian yang tidak akan pernah putus. Apabila cara ini tidak juga berhasil, maka ingatkanlah nafsumu akan janji Allah bahwa Ia akan memberikan pahala kepada siapapun yang taat kepadaNya, dan memberikan ancaman berupa adzab yang sangat pedih bagi orang yang berbuat kemaksiatan dan dosa kepadaNya. Setelah itu, katakanlah kepada nafsumu, "Hai nafsu, tiadalah kesempatan untuk bertaubat setelah datangnya kematian, dan tiadalah tempat kembali setelah dunia kecuali kampung surga dan neraka. Maka pilihlah untuk dirimu. Jika engkau taat kepada Allah maka engkau akan mendapatkan keberuntungan, ridha Allah, kekal di dalam surga, dan dapat memandang wajahNya yang Maha Mulia. Sebaliknya, apabila engkau menginginkan maksiat, maka engkau akan mendapatkan kesedihan, kehinaan, kemarahan Allah, terhalang dari rahmat Allah, dan engkau akan terpenjara dalam derita di neraka."
Berarti sudah barang tentu aku harus menasihati diriku sendiri bahwa:

  • Allah Maha Tahu
Dulu sewaktu kecil pernah diceritain oleh allahummaghfirlahu bapak, Ada seorang kyai menyuruh beberapa orang santri untuk menyembelih ayam dengan satu syarat, yaitu tidak boleh ada yang tahu. Santri-santri tersebut akhirnya memilih tempat untuk menyembelih ayam. Saatnya laporan ke kiai, semua santri tadi balik ke pondok, santri pertama melaporkan bahwa dia menyembelih ayamnya di pinggir sungai yang deras sehingga dia yakin tidak ada orang yang melihat. Santri kedua, dia menyembelih di atas gunung sehingga dia yakin tidak ada orang yang melihat. Santri ketiga, dia melaporkan telah menyembelih ayamnya di dalam hutan belantara dan dia yakin tidak ada yang melihatnya. Dan santri ke empat, dia melaporkan bahwa dia tidak bisa menyembelih ayamnya sesuai dengan syarat yang diberikan oleh sang kiai. Sang kiai tersenyum lantas bertanya kepada santri keempat kenapa dia tidak bisa memenuhi syarat itu. Sang santri pun menjawab saya sudah me coba ke hutan, gunung, sungai, lembah, goa dan ke semua tempat, saya yakin bahwa tidak ada orang yang melihat, namun saya ingat dimanapun dan kapanpun Gusti Allah akan melihat saya, untuk itu saya ga bisa menyembelih ayam tersebut dengan syarat tidak ada yang tahu, karena ada Gusti Allah Yang Maha Tahu. 
Seharusnya aku inget ini, dan sekarang aku sudah tau. Tapi kenapa tetap kulupakan. Apakah aku sudah berpikir?

  • Ada dua malaikat yang selalu mencatat 
Jumlah malaikat yang wajib diketahui ada 10. Dan 2 diantaranya selalu setia mencatat semua perbuatan kita. Perbuatan baik dicatat begitu juga perbuatan buruk sekecil apapun bentuknya. Seharusnya dengan mengingat hal ini aku bisa lebih semangat untuk berbuat kebaikan dan takut untuk berbuat kebatilan. Aku sudah tau ini, tapi kenapa masih kulanggar ya? Jangan-jangan aku lupa berpikir sebelum bertindak. Allah...

  • Ingat mati
Diceritaku sebelumnya kusinggung bahwa akhir kehidupan dunia ini adalah kematian, dan bagaimana kita ingin dikenang setelah mati. Namun, kehidupanku itu tidak hanya sampai kebidupan dunia saja loh. Ada kehidupan akhirat. Dan itu dimulai ketika mati. Lhuk bukannya ketika mati kita semua terputus dari ibadah kecuali amal shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang mendoakan kita. Kita sudah gak bisa lagi berbuat baik, gak bisa lagi mohon ampunan, ga bisa lagi nambah timbangan kebaiakan. Bagaimana jika ketika aku mati nanti dalam keadaan hina ?(naudzubillah mindalik). Bagaimana jika aku nanti mati dalam keadaan sedang berbuat jahat ke orang lain, dzolim dsb? (Naudzubillah mindalik) harusnya ingatan ini membuatku berpikir sebelum bertindak.

  • Allah Maha menepati janji
Ampunan Allah, Rahmat Allah itu buanyak dan ga bakalan habis. Tentunya ini  berlaku bagi hambanya yang terpilih yaitu mereka yang beriman dan bertakwa kepadaNya, mereka yang dengan serius memohon ampunan, mereka yang serius meminta kasih sayangnya. Namun bagi mereka yang lalai akan keberadaanNya tentulah azab yang pedih menantinya. Harusnya aku memikirkan hal ini sebelum bertindak.

Ya Allah sudah banyak pengetahuan dan jalan yang engkau tunjukkan kepadaku untuk selamat dunia akherat. Namun, itu semua kulupakan sebelum melakukan sesuatu. Itu semua karena aku tidak berpikir ya Allah. Ya Allah semoga dengan menulis kan hal ini kembali bisa me refresh otak dan nafsuku untuk berpikir tentang kuasa Mu sebelum aku berbuat sesuatu. Jangan jadikan hambaMu ini seperti ahlu kitab di atas, yang tau, yang menasihati, tapi tidak melakukan kebaikan dan ketaatan.

Diakhir cerita ini ijinkan aku memohon seperti syair yang diucapkan imam syafii beberapa saat sebelum beliau berpulang ke rahmatullah 
“Kala hatiku mengeras dan jalanku mulai menyempit
Aku hanya bisa mengharap titihan ampunan-Mu
Dosa-dosaku amat besar, namun jika aku bandingkan
Dengan ampunan-Mu, ya Robb, ampunan-Mu jauh lebih besar
Engkau Senantiasa melimpahkan ampunan atas segala dosa
Dan Engkau tiada pernah bosan memberi ampunan.”
(Sifat Ash-Shofwah, 3/146)

Wallahu a'lam bishowab.
Cerme, 1 February 2017, dikala lampu mati


CakS
cerita selengkapnya

OK Google,bukan Guru Ngaji

Awalnya juga bingung kenapa tiba-tiba keluar kalimat ini. Sebenarnya kalimat ini bermula ketika di salah satu group chatku ada yang design kaos lucu soal google dan kyai, nah tertarik dengan tema yang sama maka keluar lah design ala ndingkluk dengan kalimat "ok google, bukan guru ngaji"

Design kaos ini tidak hanya diilhami oleh design kaos yang ada di group chat tadi tetapi juga didasari oleh beberapa fenomena yang terjadi di beberapa tahun belakangan ini. Munculnya ustadz-ustadz baru, berseliwerannya posting soal agama, pemaknaan alQuran dan hadits. Di satu sisi memang bagus sih syiar agama semakin gencar, namun di sisi lain ada kekhawatiran dan pertanyaan dari diriku sendiri tentang materi yang disampaikan ustadz ustadz tadi ataupun postingan yang beredar di dunia maya. Apalagi ketika yang mendengar "ustadz" ceramah tapi hanya menyebut sumbernya dari AlQuran hadits, tidak menyebutkan sanad dari apa yang dia sampaikan. Postingan juga gitu semuanya ngomong AlQuran dan hadits. Akhirnya bingung sendiri aku, darimana mereka belajar kok bisa cepat paham alQuran hadits tanpa belajar di pondok/sekolah/majlis ta'lim. Ngobrol dengan beberapa orang sampailah pada salah satu jawaban "ya kan banyak di internet, kamu cari apa saja tanya mbah google ".
Alchamdulillah...ternyata di internet memang bisa cari dan tanya tentang apa saja termasuk di dalamnya masalah yang berkenaan dengan agama, hmmm apakah ini ya yang menyebabkan semua orang sekarang pinter njawab atau komentar soal masalah keagamaan? Mulailah aku berselancar mencari ilmu di dunia maya, uenakk semuanya ada, namun semakin ke sini semakin hampa kurasakan. Materi yang kutemukan lewat mbah google terasa selalu ada yang kurang, yaitu kehadiran soal guru. Aku ga pernah tau apa yang kubaca itu memang sudah bener? Sampai aku bertanya apakah google ini memang guruku, karena dia bisa menjawab semua pertanyaan. Dek, seketika aku inget bagaimana sikap allahumma firlah bapak, alfatiha. Beliau kalau ditanya tentang sesuatu beliau kalau tau jawabannya akan menjawabnya dan ditambahi dengan kalimat "nanti aku coba lihat kitabnya lagi ya" dan ketika beliau tidak yakin atau tidak tau maka beliau akan menjawab tidak tau dan akan menanyakan kepada guru-guru dan teman2 beliau terlebih dahulu. meskipun jawabannya tidak akan secepat mbah Google, rasa-rasanya lebih pas jawaban yang diutarakan beliau hasil membuka kitab atau bertanya ke Gurunya.
Pengalaman tersebut membawaku teringat pada sebuah kitab karya Syech Zarnuji yang terus dikaji dan dipelajari di pondok pesantren yaitu kitab ta'lim Muta'allim. Kitab ini merupakankitab yang harus dibaca dan diresapi oleh para pencari ilmu, karena banyak rahasia mendapatkan ilmu yang tercantum dalam kitab ini mulai dari bagaimana mengatur niat, bagaimana tatacara mencari ilmu, memilih guru, memilih teman, waktu belajar hingga wara' serta hal-hal yang yang berpengaruh pada hafalan dan juga rizki. Melihat kembali ke kitab ini jadi ada gambaran yang cukup jelas sehingga bisa bisa diambil kesimpulan bahwa Google tidak bisa dijadikan guru ngaji. Kenapa seperti itu? karena ada syarat-syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh Google untuk bisa disebut sebagai seorang Guru. salah satunya adalah sanad keilmuan. Seberapa besar sih pentingnya sanad keilmuan ini? 
sanad adalah silsilah atau mata rantai yang menyambungkan kita dengan sebelum kita, jadi sanad adalah hubungan. Kalau secara bahasa sanad adalah sesuatu yang terkait kepada sesuatu yang lain atau sesuatu yang bertumpu pada sesuatu yang lain. Tapi dalam makna ini secra istilah adalah bersambungnya ikatan batin kita, bersambungnya ikatan perkenal kita dengan orang lain, sebagian besar adalah guru0guru kita. Sanad ilmu / sanad guru sama pentingnya dengan sanad hadits. Sanad hadits adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan matan/redaksi hadits dari lisan Rasulullah. Sedangkan sanad ilmu atau sanad guru adalah otentifikasi atau kebenaran sumber perolehan penjelasan baik AlQuran maupun AsSunnah dari lisan Rasulullah. Demikian juga dengan sanad guru agama, sama pentingnya karena sebagai pertanggung jawaban ilmu yang diajarkan dan orisinalitas ilmu, maka dengan pengertian di atas sepertinya kita tidak bisa menjadikan Google sebagai guru ngaji, karena tidak ada sanad yang menyambung sampai ke Rasulullah. Lalu apakah boleh cari ilmu dari Google? Boleh saja, tetapi tidak bisa ditelan secra mentah-mentah harus dikaji ulang dengan guru ngaji beneran. Barangkali perlu kita ingat kembali Hadits Nabi Muhammad Saw yang diriwiyatkan oleh imam Tirmidzi berikut " Barang siapa berkata mengenai AlQuran tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di neraka." Itulah salah satu bahaya menafsirkan alQuran dengan sembarangan.Nah loh, ini merupakan peringatan keras bagiku yang sering mencoba menafsirkan AlQuran dan Hadits dengan pengetahuanu yang dangkal. Semoga Gusti Allah segera memberikan petunjuknNya.
Mungkin ada baiknya kita simak apa yang pernah disampaikan oleh Habib Mundzir alMusyawa:
"Sanad adalah bagai rantai emas terkuat yang tidak bisa diputus dunia akherat, jika bergerak satu mata rantai maka bergerak seluruh mata rantai hingga ujungnya, yaitu Rasulullah saw. Orang yanng berguru tidak kepada guru tapi kepada buku saja, maka ia akan menemui kesalahannya karena buku tidak bisa menegur tapi kalau guru bisa menegur, jika ia salah atau tidak faham ia bisa bertanya, tapi kalau buku jika ia tidak faham, ia hanya terkait dengan pemahaman dirinya, maka sebab itu guru tetap penting. Jadi tidak boleh hanya membaca dari buku, tentunya boleh baca buku apa saja, namun kita harus mempunyai satu guru yang kita bisa tanyai jika kita sedang mendapatkan masalah."
Selain untuk menjawab pertanyaan, fungsi seorang guru adalah sebgai pembimbing kita untuk menemukan jalan yang diridloiNya, bagaiama mungkin kita memilih guru yang belum pernah menemukan jalan tersebut. Banyaknya ustadz yang berseliweran di media social pun mesti kita cermati sanad keilmuannya, karena tidak sedikit dari mereka yang ternyata belum berguru, lantas bagaimana dia akan mempertanggungjawabkan ilmunya, sebagaimana tadi yang disampaikan oleh habib Mundzir.
Maka adalah menjadi penting untuk datang ke majelis-mejelis keilmuan yang membahas kitab-kitab dari ulama terdahulu, kalau ngaji tanpa kitab kok sepertinya juga kurang pas, apalagi jika dia hanya berdasarkan pemahaman dia terhadap qura'an atau hadits, atau lebih parahnya lagi ada loh ustadz yang tidak mengakui bahkan mengajak untuk tidak percaya pada para imam madzhab. Karena menurut mereka yang mesti diikuti adalah Rasulullan bukan imam madzhab itu. Iya bener memang harus ikut Rasulullah, namun bagaimana kita bisa mengikuti kanjeng nabi jika kita tidak tau kehidupannya saben waktu. Kan ada shahih bukhari, shahih Muslim, sunan ibn Majah, sunan Abu Dawud dan kitab-kitab lainnya yang bisa kita akses bebas? iya tapi apa sudah benar pemahaman kita tentang hadits-hadits tersebut? rasanya sangat Naif jika kita mengesampingkan apa-apa yang pernah disampaiakan oleh ulama salafus saleh melalui kitab-kitabnya. Berapa sih hadits yang kita baca? bagaimana penguasaan bahasa kita dan berapa jauh jarak kita ke Kanjeng Nabi? Maka jika ada orang yang tidak mau bermadzhab maka menurutku orang itu sungguh terlalu sok tahu. Lah, imam imam madzhab itu loh cukup dekat dengan kanjeng nabi dibandingkan dengan dia, dan beliau-beliau itu tidak hanya membaca hadits namun hafal ribuan hadits. Jika ada ustadz yang mengatakan tak perlu madzhab maka segera tinggalkan dia.
Tingkat keilmuan tidak hanya ditunjukkan oleh seberapa panjang jenggotnya, seberapa lebar gamisnya atau seberapa hitam keningnya. Seorang guru adalah mereka yang telah melakukan apa yang dia ajarkan, mereka yang akan menjadi penangung kita di akherat kelak, dan yang paling penting adalah mereka yang menemani kita menemukan hidayaNya. 
Semoga kita diberi petunjuk dan hidayah untuk menemukan ilmu yang bermanfaat dengan guru yang tepat.

Waallahu a'lam bishowab..

Surabaya, 17 januari 2017
cakS
cerita selengkapnya