Bakar sate, bikin krengsengan, gule, dan asem asem bisa jadi sudah
menjadi kegiatan rutin setiap idul qurban. Iya, di seluruh pelosok bumi,
umat islam pada tanggal 10-13 dzulhijah melaksanakan ibadah qurban.
Berbagai ukuran hewan qurban siap di qurbankan sebagai salah satu bentuk
ketaatan kepada Gusti Allah.
Ibadah Qurban ini, tidak bisa
dilepaskan dari kisah tentang Nabi Allah Ibrahim As beserta puteranya
Nabi Ismail As juga sayidatina Hajar, istri nabi Ibrahim. Dalam kisah
tersebut, nabi Ibrahim dikisahkan mendapatkan perintah untuk menyembelih
putera tercintanya, Ismail As. Di sini Gusti Allah telah memberikan
contoh kepada manusia, kita semua ini bagaimana seharusnya menjadi hamba
yang patuh. Mari kita perhatikan, tidak ada sedikitpun keraguan di
dalam hati nabi Ibrahim beserta keluarga dalam menjalankan apa yang
sudah diamanatkan oleh Allah kepadanya. Sangat patuh, tanpa ada
keraguan, tanpa bertanya. Kalau kita baca di AlQuran, begitu yakinnya
mereka pada perintah Allah meskipun perintah itu datangnya lewat mimpi.
Dan dengan keyakinan yang tinggi itulah mereka berhasil melawan ajakan
iblis untuk berpaling dari perintahNya.
Kepasrahan nabi
Ismail dan Nabi Ibrahim dalam hal ini merupakan sebuah bentuk nyata dari
sebuah kesabaran. Kisah ini diabadikan di alQuran seperti di Surat Ash
shaaffaat 99-111. Dengan penuh keimanan memenuhi perintah dari Rabbnya.
Kesabaran
Nabi Ibrahim ditunjukkan dengan rela mengorbankan anak yang sudah
dinantikannya selama bertahun tahun, sebuah anugerah dan kebanggaan nabi
Ibrahim ketika mendapatkan seorang putera. Di tengah kebahagian
tersebut, harta yang paling berharga miliknya diminta oleh Gusti Allah.
Putera beliau yang tercinta diminta Sang Khaliq. Apa yang beliau lakukan
ketika dapat perintah ini? Tentu karena tingkat kesabaran dan kehambaan
beliau sudah di level teratas, perintah ini dilakukan dengan penuh
kepatuhan tanpa tanya dan ragu. Terus apa yang kita lakukan ketika
mendapatkan perintah berkorban? Sudah gak usah berkorban dengan
menyembelih anak, berapa banyak nikmat yang telah kita terima. Suatu
saat ketika nikmat tersebut diminta lagi oleh Sang Pemberinya, kira-kira
apa yang akan kita lakukan? Ketika kita diberi nikmat berupa harta,
kemudian ada perintah untuk membersihkannya, apa yang kita lakukan?
Berapa banyak harta yang kita korbankan untuk memenuhi perintahNya,
berapa banyak untuk shodaqah, berapa untuk zakat, berapa untuk infaq,
atau berapa yang sudah kita korbankan untuk memenuhi hasrat nafsu kita ?
Mari kita hitung besar mana untuk memenuhi perintah atau untuk
pemenuhan nafsu?
Nabi Ibrahim dalam berkorban tidak
tanggung-tanggung, anaknya sendiri. Terkadang malu dengan kenyataan
bahwa sering kali yang kita korbankan adalah yang sudah tidak kita
senangi, ambil contoh semisal ketika ingin menyumbangkan pakaian ke
korban bencana, maka yang kita kasihkan adalah yang sudah tidak kita
gunakan atau senangi, contoh lain, dlam mengisi kontak infaq, yang
sering kita(uppss saya ding) lakukan adalah lebih sering mengorbankan
yang warna abu-abu daripada warna merah yang lebih kita cintai. banyak
contoh lain yang mungkin bisa menggambarkan cara kita berkorban, yang
selalu kita korbankan adalah sesuatu yang kurang baik. Ayo kita tanyakan
pada diri kita sendir, dalam memilih hewan qurban kemarin, apa yang ada
di benak kita, asal qurban, asal pilih, cari yang murah saja, atau
malah cari yang paling bagus tapi mahal? Kan tidak ada syarat mahal,
iya, tapi kan kalau menauladani Nabi Ibrahim, harus yang paling bagus
paling dicintai toh. Apa sekarang yang paling kita cintai dan sayang?
kalau aku dalam hal materi ya uanglah sekarang yang paling dicintai.
Nah, mau ga sekarang kita mengorbankan uang kita untuk membeli hewan
qurban yang berkualitas. Jadi inget pesen allahummaghfirlahu bapak
"kalau milih hewan qurban itu kamu lihat, kuat gak kira-kira dia menjadi
kendaraanmu besok di akherat. kira-kira kalau kamu naikin hewan qurban
itu, patah ga kakinya" sebegitunya pikiran yang disampaiakan bapak dalam
mengajari anaknya dalam hal berqurban.
Dulu ketika masih
di bangku SMP sering mendengar guyonan orang-orang tentang qurban. "
Kamu qurban apa? qurban perasaan" mungkin yang lagi ngobrol ini baru
putus dari pacarnya. sering dan berulang-ulang kudengarkan bahwa ada
yang qurban perasaan...boleh? ya enggaklah. yang disembelih ya hewan
qurban bukan perasaan. Hmmm...khusnudzhon nya mungkin yang mereka maksud
dengan mengorbankan perasaan memang bukan untuk pelaksanaan ibadah
qurbannya ya tapi untuk hal yang lainnya. kalau dibaca lagi dari kisah
Nabi Ibrahim atau yang lainnya yang berkenaan denga sabar, seringkali
sabar itu muncul jika didukung oleh besarnya rasa cinta. Malah ada yang
mengisahkan kenapa Allah menguji Nabi Ibrahim dengan perintah
menyembelih anaknya tidak lain dalam rangka menguji seberapa besar
cintanya Nabi Ibrahim kepada Allah, lebih besar mana cintanya kepada
Allah atau kepada anaknya. Boleh jadi jokes tadi mengingatkan kembali
bahwa ada rasa-perasaan yang mesti dikorbankan demi meningkatkan dan
menumbuhkan rasa yang lain. Kita korbankan rasa "berkuasa" agar tidak
lagi bersewenang-wenang kepada yang lain, kita korbankan rasa "kaya"
supaya bisa lebih dermawan kepada yang membutuhkan, kita korbankan rasa
"pintar" kita dengan tidak lagi membodohi orang lain, kita korbankan
rasa "miskin" dengan merobohkan mental malas kita. Dan akhirnya kita
korbankan rasa cinta kita terhadap "harta" demi menumbuhkan, memperbesar
rasa cinta kita kepada Allah dan RasulNya. Pesan Allah sudah jelas
mengenai hal ini, salah satunya "Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan temapat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya" Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (at Taubah: 24)
Di
waktu seperti idul adha ini, bacaan apa yang sering kita dengar di
masjid masjid atau di langgar? Iya, kalimat takbir dikumandangkan di
mana-mana seakan kembali mengingatkan kita akan kebesaran Allah. Dan
ketika kebesaran Allah itu muncul, maka tidak ada nilainya kita, kita
hanyalah mahluk lemah yang hanya karena belas kasihNya bisa menikmati
alam ciptaanNya.
Akhir kata, hadits qudsi "wahai hambaKu,
patulah kepadaKu jalankan semua perintahKu dan jangan ajari Aku
bagaimana membalasmu" seperti kaligrafi di blog ini adalah penjelasan
singkat mengenai bagaimana kita patuh kepadaNya. Seperti halnya nabi
Ibrahim, Nabi Ismail. Kepatuhan tanpa tanya, kepatuhan tanpa ragu. Bukan
patuh karena butuh.
Wallahu a'lam bishowab
Rumah sakit Islam Surabaya, 15 September 2016
Cak S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar