Selasa, 09 Agustus 2016

Rakus



Masih ingatkah atau pernah dengar khutbah dari Ibn azZubair suatu hari di Mekah? Lah kalau belum pernah dengar atau sudah lupa, begini kurang lebih isi dari khutbahnya “Hai manusia ! Nabi sering mengatakan , " Jika anak Adam diberi lembah penuh emas , ia akan senang untuk memiliki kedua , dan jika ia diberi yang kedua , ia akan senang untuk memiliki ketiga, untuk apa-apa mengisi perut anak Adam kecuali debu . Dan Allah mengampuni orang yang bertobat kepada-Nya .” (Sahih al-Bukhari 6438)

Sebuah khutbah yang mantab kan? Dari hadits di atas secara tidak langsung tersirat salah satu sifat yang kemungkinan besar bisa menempel pada seorang manusia yaitu sifat merasa kurang. Ketika dia diberi lembah emas maka dia akan menginginkan yang kedua dan seterusnya. Hal ini juga sering kualami sendiri, yaitu merasa kurang akan apa yang ingin kumililki, punya motor pengen mobil, punya kamar pengen punya rumah, punya gaji 1 juta pengen 10juta, dan seterusnya. Sempat beberapa kali keinginan ini aku justifikasi sebagai sebuah kebenaran, kan enak kalau punya duit banyak, harta banya pasti bisa untuk membantu yang lain, tapi nyatanya setelah harta bertambah apakah niat baik untuk menggunakan harta tersebut terlaksana? Kebanyakan tidak, yang ada adalah menambah channel konsumtif ku, yang tadinya tidak perlu dibeli jadi dibeli, yang tadinya makan nasi bungkus jadi makan nasi dalam hot plate dan sebagaianya yang pada akhirnya seperti hadits di atas hanyalah untuk mengisi perut saja. Kalau kata salah seorang Guruku bilang Ahlul Buthun – ahli perut.

Kuajak dialog terus memoryku kira-kira kenapa kok bisa begitu? Ternyata sumbernya adalah keinginan, seperti kata bang Iwan Fals “keinginan adalah sumber penderitaan”..terus apakah kita tidak boleh berkeinginan atau bermimpi? Ya tentu boleh, tapi sejauh mana keinginan dan mimpi itu diset sedemikian rupa sehingga tidak menjadi sebuah penderitaan. Iya kalau penderitaan itu hnaya kita sendiri yang merasakan, karena tidak sedikit mimpi dan keinginan itu bisa juga membuat penderitaan bagi orang lain. Memang bisa mimpi atau keinginan itu bisa merugikan atau membuat orang lain menderita? Ya bisa saja, lihat saja berita-berita itu bagaiamana lingkungan dirusak hanya untuk membuat bangunan megah atau yang lebih aparah lagi dalam sebuah perusahaan karyawannya ditarget produksi ataupun jualan yang begitu besar sehingga banyak waktu yang terlewatkan, waktu dengan keluarga bahakan ada loh yang sampai waktu sholatnya terlewati dengan alasan masih ada pekerjaan. Ayo ada ga? Terus kalau sudah begitu siapa yang akan menanggungnya? Sampai meninggalkan sholat ya Allah…

Sayyidina Umar bin Khattab sering menasihati, “Cukupilah dirimu, niscaya akan lebih terpelihara agamamu dan lebih mulia dirimu.” Nah khalifah Umar saja suruh mencukupi diri. Iya bener, tapi kata yang dipilih “cukup” loh bukan “banyak” Karena di beberapa kisah yang lain sayyidina Umar ini, makanan yang tersedia di rumahnya hanya cukup untuk 1-3 hari loh. Kemudia yang jadi perdebatan dan pembingunan pikiran ya kata “cukup” itu. Setiap orang pasti punya definisi “cukup”, cukup untuk makan hari ini, cukup untuk 2 bulan atau cukup untuk 7 turunan? Loh…

Masalah cukup ga cukup dan keinginan yang berlebihan inilah yang terkadang akan membuat hati gelisah, pikiran kacau dan badan yang kurang sehat. Dan membuat banyak waktu yang terbuang, terutama waktu untuk melakukan kebaikan, baik itu kebaikan berupa ibadah kepada Allah atau kebaikan sesama manusia. Bukankah kanjeng Nabi pernah dawuh “ Ada dua berkah/kenikmatan yang sering manusia kehilangan/melupakan, yaitu kesehatan dan waktu bebas untuk berbuat baik”.

Untuk menghilangkan sifat kurang-kurang dan kurang tentulah bukan hal mudah, namun kita jangan berputus asa, karena jalan untuk menuju kehidupan yang lebih baik itu insyaallah terus terbuka selama kita mau berusaha dan dengan sangat ndingkluk memohon bantuan dan rahmat dari Gusti Allah. Salah satu trik dan jurus ampuh untuk menahan nafsu tadi adalah dengan bersyukur. Di artikel sebelumnya pernah kutuliskan salah satu bentuk bersyukur adalah meningkatkan ibadah kita kepada Allah. Bentuk syukur yang lain adalah dengan tidak menjadikan harta senagai satu-satunya parameter kekayaan. Cobalah dalam perkara harta melihatnya adalah ke bawah kepada orang-orang yang jauh di bawah kita. Ketika sering melihat ke bawah apa yang engkau rasakan? Bangga akan kekayaan? Kalau itu yang kita rasakan berarti ada yang salah dalam otak dan hati kita. Apakah iba dan bersyukur? Kalau itu yang kita rasakan mungkin masih ada secercah harapan. Namun iba saja tidak cukup, kasihan saja tidak cukup, seperti yang pernah dikatakan oleh pak pramoedya ananta toer rasa kasihan tanpa tindakan adalah bentuk kemanusiaan paling rendah. Nabi sebagai uswatun khasanah kita sudah memberikan contoh yang sangat mulia tentang berbagi sebagaiamana kisah dalam hadits tentang sahabat cHakim bin chizam berikut ini:

“Aku bertanya/meminta kepada Nabi ( untuk  uang ) dan dia memberi saya , dan sekali lagi saya bertanya/meminta kepadanya dan dia memberi saya , dan sekali lagi saya bertanya/meminta kepadanya dan dia memberi saya dan dia kemudian berkata , " Kekayaan ini adalah ( seperti ) hijau dan manis ( buah ) , dan siapa menerimanya tanpa keserakahan , Allah akan memberkati untuknya , tapi siapapun yang menerima/menyikapi dengan keserakahan , Allah tidak akan memberkati untuknya , dan dia akan menjadi seperti orang yang makan namun tidak pernah kenyang(puas) . dan atas ( memberikan ) tangan lebih baik dari yang lebih rendah tangan ( mengambil ) ."

Ya begitulah cara Nabi memberlakukan hartanya, yaitu berbagi dengan yang membutuhkan. Hati yang kaya insyaallah akan bisa menghambat sifat kerakusan yang ada dalam jiwa ini. Ijinkan di akhir tulisan ini, kutuliskan terjemahan salah satu pesan Allah dalam alQuran kitabNya yang mulia yaitu surah at Takaatsur


Bermegah-megahan(persaingan meningkatkan duniawi) telah melalaikan kamu,(1)
sampai kamu masuk ke dalam kubur.(2)
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),(3)
dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.(4)
Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,(5)
niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,(6)
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin(pengelihatan yang sangat jelas dan yakin). (7)
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).(8)



Semoga gusti Allah welas asih kepada kita dengan membantu menggerus dan menghancurkan sifat rakus kita, dan bisa menjadi hamba yang bersyukur..



Wallahu a’lam bisshowab…



Dharmawangsa square, Jakarta, 09 Agustus 2016

Cak S

Tidak ada komentar:

Posting Komentar