Masih ingatkah atau pernah dengar khutbah dari Ibn
azZubair suatu hari di Mekah? Lah kalau belum pernah dengar atau sudah lupa,
begini kurang lebih isi dari khutbahnya “Hai manusia ! Nabi sering mengatakan ,
" Jika anak Adam diberi lembah penuh emas , ia akan senang untuk memiliki
kedua , dan jika ia diberi yang kedua , ia akan senang untuk memiliki ketiga,
untuk apa-apa mengisi perut anak Adam kecuali debu . Dan Allah mengampuni orang
yang bertobat kepada-Nya .” (Sahih al-Bukhari 6438)
Sebuah khutbah yang mantab kan? Dari hadits di atas
secara tidak langsung tersirat salah satu sifat yang kemungkinan besar bisa
menempel pada seorang manusia yaitu sifat merasa kurang. Ketika dia diberi
lembah emas maka dia akan menginginkan yang kedua dan seterusnya. Hal ini juga
sering kualami sendiri, yaitu merasa kurang akan apa yang ingin kumililki,
punya motor pengen mobil, punya kamar pengen punya rumah, punya gaji 1 juta
pengen 10juta, dan seterusnya. Sempat beberapa kali keinginan ini aku
justifikasi sebagai sebuah kebenaran, kan enak kalau punya duit banyak, harta
banya pasti bisa untuk membantu yang lain, tapi nyatanya setelah harta
bertambah apakah niat baik untuk menggunakan harta tersebut terlaksana? Kebanyakan
tidak, yang ada adalah menambah channel konsumtif ku, yang tadinya tidak perlu
dibeli jadi dibeli, yang tadinya makan nasi bungkus jadi makan nasi dalam hot
plate dan sebagaianya yang pada akhirnya seperti hadits di atas hanyalah untuk
mengisi perut saja. Kalau kata salah seorang Guruku bilang Ahlul Buthun – ahli perut.
Kuajak dialog terus memoryku kira-kira kenapa kok bisa
begitu? Ternyata sumbernya adalah keinginan, seperti kata bang Iwan Fals “keinginan
adalah sumber penderitaan”..terus apakah kita tidak boleh berkeinginan atau
bermimpi? Ya tentu boleh, tapi sejauh mana keinginan dan mimpi itu diset
sedemikian rupa sehingga tidak menjadi sebuah penderitaan. Iya kalau
penderitaan itu hnaya kita sendiri yang merasakan, karena tidak sedikit mimpi
dan keinginan itu bisa juga membuat penderitaan bagi orang lain. Memang bisa
mimpi atau keinginan itu bisa merugikan atau membuat orang lain menderita? Ya bisa
saja, lihat saja berita-berita itu bagaiamana lingkungan dirusak hanya untuk
membuat bangunan megah atau yang lebih aparah lagi dalam sebuah perusahaan
karyawannya ditarget produksi ataupun jualan yang begitu besar sehingga banyak
waktu yang terlewatkan, waktu dengan keluarga bahakan ada loh yang sampai waktu
sholatnya terlewati dengan alasan masih ada pekerjaan. Ayo ada ga? Terus kalau
sudah begitu siapa yang akan menanggungnya? Sampai meninggalkan sholat ya Allah…
Sayyidina Umar bin Khattab sering menasihati, “Cukupilah
dirimu, niscaya akan lebih terpelihara agamamu dan lebih mulia dirimu.” Nah khalifah
Umar saja suruh mencukupi diri. Iya bener, tapi kata yang dipilih “cukup” loh
bukan “banyak” Karena di beberapa kisah yang lain sayyidina Umar ini, makanan
yang tersedia di rumahnya hanya cukup untuk 1-3 hari loh. Kemudia yang jadi
perdebatan dan pembingunan pikiran ya kata “cukup” itu. Setiap orang pasti
punya definisi “cukup”, cukup untuk makan hari ini, cukup untuk 2 bulan atau
cukup untuk 7 turunan? Loh…
Masalah cukup ga cukup dan keinginan yang berlebihan
inilah yang terkadang akan membuat hati gelisah, pikiran kacau dan badan yang
kurang sehat. Dan membuat banyak waktu yang terbuang, terutama waktu untuk
melakukan kebaikan, baik itu kebaikan berupa ibadah kepada Allah atau kebaikan sesama
manusia. Bukankah kanjeng Nabi pernah dawuh “ Ada dua berkah/kenikmatan yang
sering manusia kehilangan/melupakan, yaitu kesehatan dan waktu bebas untuk
berbuat baik”.
Untuk menghilangkan sifat kurang-kurang dan kurang
tentulah bukan hal mudah, namun kita jangan berputus asa, karena jalan untuk
menuju kehidupan yang lebih baik itu insyaallah terus terbuka selama kita mau
berusaha dan dengan sangat ndingkluk memohon bantuan dan rahmat dari Gusti
Allah. Salah satu trik dan jurus ampuh untuk menahan nafsu tadi adalah dengan
bersyukur. Di artikel sebelumnya pernah kutuliskan salah satu bentuk bersyukur
adalah meningkatkan ibadah kita kepada Allah. Bentuk syukur yang lain adalah
dengan tidak menjadikan harta senagai satu-satunya parameter kekayaan. Cobalah
dalam perkara harta melihatnya adalah ke bawah kepada orang-orang yang jauh di
bawah kita. Ketika sering melihat ke bawah apa yang engkau rasakan? Bangga akan
kekayaan? Kalau itu yang kita rasakan berarti ada yang salah dalam otak dan
hati kita. Apakah iba dan bersyukur? Kalau itu yang kita rasakan mungkin masih
ada secercah harapan. Namun iba saja tidak cukup, kasihan saja tidak cukup,
seperti yang pernah dikatakan oleh pak pramoedya ananta toer rasa kasihan tanpa
tindakan adalah bentuk kemanusiaan paling rendah. Nabi sebagai uswatun khasanah
kita sudah memberikan contoh yang sangat mulia tentang berbagi sebagaiamana
kisah dalam hadits tentang sahabat cHakim bin chizam berikut ini:
“Aku bertanya/meminta kepada Nabi ( untuk uang ) dan dia memberi saya , dan sekali lagi
saya bertanya/meminta kepadanya dan dia memberi saya , dan sekali lagi saya
bertanya/meminta kepadanya dan dia memberi saya dan dia kemudian berkata ,
" Kekayaan ini adalah ( seperti ) hijau dan manis ( buah ) , dan siapa menerimanya
tanpa keserakahan , Allah akan memberkati untuknya , tapi siapapun yang menerima/menyikapi
dengan keserakahan , Allah tidak akan memberkati untuknya , dan dia akan menjadi
seperti orang yang makan namun tidak pernah kenyang(puas) . dan atas (
memberikan ) tangan lebih baik dari yang lebih rendah tangan ( mengambil ) ."
Ya begitulah cara Nabi memberlakukan hartanya, yaitu berbagi
dengan yang membutuhkan. Hati yang kaya insyaallah akan bisa menghambat sifat
kerakusan yang ada dalam jiwa ini. Ijinkan di akhir tulisan ini, kutuliskan
terjemahan salah satu pesan Allah dalam alQuran kitabNya yang mulia yaitu surah
at Takaatsur
Bermegah-megahan(persaingan meningkatkan duniawi) telah
melalaikan kamu,(1)
sampai kamu masuk ke dalam kubur.(2)
Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat
perbuatanmu itu),(3)
dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.(4)
Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan
yang yakin,(5)
niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,(6)
dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan
'ainul yaqin(pengelihatan yang sangat jelas dan yakin). (7)
kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).(8)
Semoga gusti Allah welas asih kepada kita dengan membantu
menggerus dan menghancurkan sifat rakus kita, dan bisa menjadi hamba yang
bersyukur..
Wallahu a’lam bisshowab…
Dharmawangsa square, Jakarta, 09 Agustus 2016
Cak S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar